Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Pengukuran Kesiapan Inovasi (KATSINOV)” pada Kamis, 20 Februari 2025, di Aula Gedung Syafei, Kampus UNJ.  Prof. Dr. Fahrurrozi, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Sistem Informasi UNJ, menjelaskan bahwa perubahan status UNJ menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) juga berdampak pada perubahan Organisasi Tata Kerja (OTK) di bidang inovasi dan hilirisasi. “Dulu, pimpinan universitas dan fakultas tidak memiliki unit khusus yang menangani inovasi dan hilirisasi. Kini, UNJ telah memiliki bidang yang menangani inovasi dan hilirisasi, yaitu Wakil Rektor yang membidangi ini, serta adanya Direktur Inovasi dan Hilirisasi dan Kasubdit Inovasi dan Hilirisasi. Di tingkat fakultas, terdapat Wakil Dekan III yang mengurus hal ini,” ujar Prof. Fahrurrozi.

Prof. Fahrurrozi menambahkan bahwa FGD bertema “Pengukuran Kesiapan Inovasi (KATSINOV)” sangat relevan untuk memperkuat riset yang menjadi dasar pengembangan produk inovasi dan hilirisasi di masa depan. “Topik utama dalam diskusi ini adalah memahami proses inovasi dan hilirisasi yang berdampak baik dalam aspek akademik dan finansial. Kami di jajaran Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Sistem Informasi selalu berupaya mempersiapkan UNJ untuk siap menghadapi tantangan dalam berinovasi,” tambahnya.

Selain itu, Prof. Fahrurrozi berharap kegiatan ini dapat membantu dalam pembuatan regulasi yang akan mendasari produk inovasi melalui Peraturan Rektor (Pertor), serta mendukung upaya pengembangan riset yang dapat diinovasikan dan dihilirisasikan, agar dapat bermanfaat bagi UNJ.

Susalit Setya Wibowo, Perekayasa Madya dari Kelompok Riset Evaluasi Teknologi, Value Engineering, dan Value Analysis, Pusat Riset Teknologi Industri Proses dan Manufaktur, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam pemaparannya menekankan pentingnya pengukuran kesiapan inovasi (KATSINOV) dalam mendukung inkubasi bisnis yang berkelanjutan. “KATSINOV memiliki alat ukur yang sederhana dan mudah dipahami, tetapi yang terpenting adalah perubahan mindset yang perlu dilakukan, karena di dalamnya terkandung beberapa aspek softskill,” ujarnya.

Susalit Setya Wibowo juga menyampaikan materi berjudul “Dari Ide Menuju Pasar”. Menurutnya, ide dan inovasi selalu berhubungan dengan penilaian pasar. Selain itu, KATSINOV memerlukan dukungan kebijakan dari pemerintah, yang akan dilanjutkan dengan pelaksanaan teknis pengukuran dan implementasi KATSINOV dalam hilirisasi dan komersialisasi produk.Beliau juga menekankan bahwa inovasi yang diusulkan ke pasar tidak selalu mudah diterima, karena tidak semua hasil riset dapat langsung diterima oleh pasar.

Dalam dunia bisnis, inovasi produk tidak cukup untuk menjamin kesuksesan tanpa didukung oleh model bisnis yang tepat. Perubahan dalam tren industri sering kali memaksa perusahaan untuk menyesuaikan model bisnisnya agar tetap relevan dan kompetitif. Namun, inovasi model bisnis bukanlah hal yang mudah. Proses ini kompleks dan memerlukan perubahan menyeluruh, baik dalam organisasi internal perusahaan maupun dalam ekosistem bisnis yang lebih luas.

Menurut John Vyge, penulis buku The Dragons' Den Guide to Real-World Business Models, suatu produk hanyalah bagian dari model bisnis, bukan bisnis itu sendiri. Produk yang luar biasa pun tidak akan berhasil tanpa model bisnis yang solid. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesuksesan suatu bisnis telah diteliti dalam berbagai studi. Berdasarkan data dari lebih dari 200 perusahaan, faktor utama kesuksesan mencakup timing (42%), visi dan eksekusi (32%), ide yang unik (26%), model bisnis (24%), serta pendanaan (14%).

Sebuah ide atau gagasan baru hanya dapat dikategorikan sebagai inovasi jika memenuhi beberapa karakteristik utama. Pertama, inovasi harus memiliki keunikan yang membedakannya dari ide-ide sebelumnya. Tanpa ciri khas ini, sebuah ide tidak bisa disebut sebagai inovasi yang sesungguhnya. Kedua, inovasi harus benar-benar baru dan belum pernah diungkapkan atau dipublikasikan sebelumnya. Ketiga, inovasi harus direncanakan dengan baik. Inovasi bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, melainkan hasil dari proses yang telah dipersiapkan sejak awal. Terakhir, inovasi harus memiliki tujuan yang jelas, yaitu untuk mengembangkan suatu objek atau menyelesaikan suatu masalah. Inovasi yang berhasil tidak hanya bergantung pada orisinalitas ide, tetapi juga pada eksekusi yang baik. Sebuah inovasi yang tidak dirancang dengan strategi yang matang berisiko gagal di pasar. Oleh karena itu, perencanaan yang matang dalam seluruh aspek inovasi sangatlah penting.

Setiap produk yang diluncurkan ke pasar mengalami siklus hidup yang dapat diklasifikasikan ke dalam empat tahap utama:

  1. Pengenalan Pasar (Market Introduction): Tahap ini dimulai ketika sebuah produk baru atau inovasi melewati uji kualitas dan fungsi, lalu diperkenalkan ke pelanggan. Biasanya, biaya pengembangan dan pemasaran masih tinggi, sementara keuntungan masih terbatas.
  2. Pertumbuhan (Growth): Pada tahap ini, produk mulai mendapatkan penerimaan dari pelanggan, dan permintaan meningkat. Keuntungan pun mulai bertumbuh seiring dengan ekspansi pasar.
  3. Kematangan (Maturity): Produk mencapai puncak kualitas dan keandalan. Perusahaan memperoleh keuntungan besar, tetapi pertumbuhan laba mulai melambat karena pasar sudah jenuh.
  4. Penurunan (Decline): Ketika produk baru muncul dan pesaing menawarkan alternatif yang lebih menarik, produk lama mulai kehilangan daya saingnya. Pada tahap ini, perusahaan harus berinovasi kembali atau menghadapi risiko kehilangan pasar.

 

Dengan memahami siklus hidup produk, perusahaan dapat merancang strategi yang lebih baik untuk memperpanjang masa hidup produknya di pasar. Inovasi yang berkelanjutan serta model bisnis yang adaptif adalah kunci untuk menghadapi dinamika pasar yang selalu berubah.Artikel ini menggambarkan bagaimana inovasi dan model bisnis yang kuat adalah fondasi utama kesuksesan dalam dunia bisnis. Tanpa strategi yang tepat, bahkan produk yang paling inovatif sekalipun dapat mengalami kegagalan di pasar.

Oleh karena itu, ia mengajak para peneliti untuk lebih memperhatikan pendekatan design thinking dan model canvas dalam tahapan hilirisasi dan inovasi yang mereka lakukan. Dalam kesempatan tersebut, Susalit menambahkan bahwa strategi inovasi sangat penting agar produk bisa berkembang lebih cepat. Namun, ia juga mengingatkan bahwa inovasi yang dilakukan mungkin menghadapi tantangan disrupsi. "Inovasi akan terus berkembang," ujarnya. Susalit menekankan pentingnya pengukuran inovasi yang memperhatikan aspek-aspek mendasar, salah satunya adalah Tingkat Kematangan Teknologi (TKT), yang berfungsi sebagai indikator dalam menilai tahapan seperti desain riset, metodologi, latar belakang, hipotesis, hingga dampaknya terhadap masyarakat.

Menurutnya, kebaruan dalam inovasi juga harus menjadi fokus utama. “Setiap produk baru pada umumnya akan mengganggu produk yang sudah ada, karena inovasi memang selalu datang dengan bentuk baru yang menggantikan yang lama,” jelasnya. Ia juga mengingatkan bahwa setiap ide inovasi harus direncanakan dengan matang, memiliki tujuan yang jelas, dan mampu bertahan dalam menghadapi perubahan sistem dan fungsi. “Smartphone memiliki siklus hidup yang pendek, hanya beberapa tahun. Sementara produk makanan cepat sekali mengalami perubahan. Berbeda dengan obat-obatan, yang memiliki siklus hidup panjang karena melalui proses riset yang rumit dan memakan waktu,” tambahnya. Susalit juga menyoroti bahwa inovasi harus sejalan dengan perkembangan teknologi dan akselerasi pasar. Untuk itu, penting bagi para pengembang untuk memahami pengalaman pengguna (user experience) serta pentingnya edukasi tentang desain atau tampilan produk kepada konsumen.

Bagikan: